Yippie! Dea ulang tahun!


Dea Adhicita, Istriku yang sudah menemani setidaknya pada 3 tahun terakhir.
16 November 2015 ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 26. Bulan ini cukup banyak turbulensi, sehingga selebrasi ulang tahun ini nampaknya harus bergeser. Mudah-mudahan Dea tidak kecewa, dan mudah-mudahan tulisan INI tidak menjadi representasi kekecewaannya. Hehe...

Ulang tahun ini menjadi spesial, karena tahun ini jauh berbeda dengan setahun yang lalu. Mari kita daftar apa saja yang sudah berbeda dengan tahun sebelumnya :
  1.  Ksatria sudah resmi disapih melalui proses “langit” yaitu diberi sakit sariawan selama seminggu full, sehingga ketika sembuh enggak mau nenen lagi. Terima kasih ya Alloh. J
  2.  Dea lebih banyak memiliki binaan yang menghabiskan waktu di luar rumah cukup banyak.
  3.  Tidak ada permintaan hadiah ulang tahun, kecuali sebuah tulisan “tentang Dea”
  4.  Hingga jam 00:00 di 15 November masih terjaga, mungkin nunggu surprise kali yak (yang ternyata tidak ada apa-apa). Hehe....
  5. Ksatria sudah bisa ditinggal seharian tanpa tangisan berarti. Apa ini pertanda masa kerja akan dimulai? WOW!


Itulah beberapa perbedaan pada ulang tahun kali ini. Lalu, bagaimana dengan permintaan tulisan “Tentang Dea” ? Baiklah, saya akan coba buat. Mudah-mudahan berhasil ya!

Perjalanan selama 3 tahun terakhir telah banyak membawa perubahan pada diri Dea. “Kini Cinta itu telah bermetamorfosis menjadi tanggung jawab, pengorbanan dan kerelaan”. Mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa Cinta akan memaksa untuk berubah bentuk, layaknya energi yang berubah namun tetap meninggalkan esensinya. Perubahan ini sepenuhnya banyak ditanggung oleh Dea dibandingkan saya. Sebagaimana lulusan UI pada umumnya yang akan menaruh cita-cita setinggi langit, maka sepertinya itu pula yang hadir dalam diri Dea. Ungkapan-ungkapan kecil baik secara langsung maupun tidak langsung sering menyeruak diantara kebosanaan rutinitas atau di saat deadlock untuk mengisi kegiatan akhir pekan yang terbaik. Khusus untuk akhir pekan, seringkali menjadi momok tersendiri karena masing-masing dari kita sudah memiliki agenda “keumatan” yang cuma takdir Alloh yang bisa mengubahnya (ceilah...pret). Dari ungkapan-ungkapan kecil itu terlihat bahwa kini Cinta sedang bermetamorfosis. Adegan-adegan drama Korea yang diharapkan pasangan muda sulit untuk dimunculkan karena tidak tersedia plotnya.  

Sebagai seorang suami yang moderat, dalam menghadapi problematika seperti ini, saya ingin Dea yang menjadi pemenangnya. Tapi hambatan muncul karena di atas siapapun yang menang, Ksatria harus menjadi prioritas utama. Walhasil, pengorbanan menjadi erat dengan aktivitas keseharian Dea; mengorbankan waktu, keinginan, kesempatan, dan (mungkin) kebebasan. Ya, itulah sepotong dari cerita panjang Dea dengan kehidupan sehari-harinya.

Terlepas dari metamorfosis Cinta yang menjad Dea sebagai objek, terdapat pula sisi-sisi individu yang masih perlu saya kenali lebih baik lagi. Proses pembinaan dengan seorang Mentor selama 7 tahun terakhir kemudian dipupuk oleh kuliah Magister Psikologi Terapan membuat isi kepala saya berpola. Pola yang terbentuk adalah segala sesuatu tidak terjadi secara organik melainkan melalui sebuah perencanaan, sehingga sebuah keberhasilan atau kegagalan akan berkorelasi positif pada persiapan. Konon cara berpikir ini dipengaruhi juga oleh golongan darah A yang dimiliki oleh saya, setidaknya begitu yang dikatakan oleh Dea. Sedangkan Dea, yang bergolongan darah AB, memiliki prinsip “merayakan kehidupan” apapun kejadiannya, sehingga, seburuk apapun kondisinya, maka cara pandang yang diambil adalah melihat dari sisi-sisi kebaikan yang masih ada dari kejadian tersebut.

Kondisi ini, sedikit-banyak, menimbulkan gesekan dalam melihat fenomena. Mulai dari hal yang kecil hingga yang berdampak panjang. Sebut saja dalam melihat bagaimana menjaga kesehatan Ksatria. Pendekatan preventif lebih saya tekankan dibandingkan “menghargai” takdir yang telah Alloh tetapkan. Kalau Ksatria sakit, saya lebih mencoba mencari tahu penyebabnya sedangkan Dea mengajak untuk berhudznudzon kepada Alloh. Cetaarrr! Kebayangkan gimana menakjubkannya. Hehehe....

Di sisi yang lain, terdapat sifat-sifat yang membuat saya bahagia. Dea itu mudah memaafkan dan melupakan kesalahan. Entah sudah berapa kesalahan yang saya buat, janji yang tak tertepati, waktu yang hilang, gagal menjemput, dan segambreng kesalahan lainnya. Namun semua itu seolah-olah lewat begitu saja. Ah, luar biasa bukan? J

Dan beruntunglah bagi kamu yang pernah jadi teman baiknya Dea. Dalam banyak kasus, urusan pertemanan ini bisa didahulukan dari urusan domestik. Dea sangat menyayangi teman-temannya, mungkin karena dia tidak terlalu menyukai kesendirian. Dan sepengetahuan saya, pertemanan yang dibangunnya relatif awet. Khusus untuk acara pernikahan teman, Dea tidak suka jika melewatkannya dengan alasan apapun. Apalagi alasan klasik “lagi ga ada ongkos” atau “lagi males keluar”. Pokoknya walau badai menghadang deh! Hehehe...

Salah satu hal yang saya amanahkan ke Dea adalah infiltrasi ke masyarakat dengan prinsip berbaur tanpa melebur, ternyata peran ini dapat dijalankan dengan baik! Kini kalau berjalan di gang rumah sudah mulai banyak ibu-ibu yang menyapa, begitu juga ke Ksatria. Kemampuan membangun hubungan yang baik dengan lingkungan juga salah satu keunggulan Dea.

Itulah yang saya ketahui tentang Dea. Mungkin terlihat tidak terlalu mendalam. Hehe...
Ini PR buat saya untuk bisa lebih memahami dan mengenal dengan lebih baik Istri sendiri.
Dengan segala kerumitan yang ada, saya selalu bersyukur telah menjadikan Dea sebagai Istri. Kami diciptakan untuk saling melengkapi dan belajar sepanjang hidup. Dan yang terpenting adalah saya berharap kami dipertemukan kembali di SurgaNya, Surga Firdaus. Amin....


Selamat ulang tahun, Dea! Istriku...

Postingan terkait: